Assalamualaikum dan salam sejahtera kepada semua sahabat. Semoga di dalam kesihatan dan rahmat Allah hendaknya. Sudah hampir seminggu berlakunya peristiwa berdarah ke atas konvoi bantuan Gaza, Mavy Marmara yang menyebabkan 9 orang terbunuh. Tindakan Israel laknatullah itu membuka mata masyarakat dunia akan kebiadapan mereka. Semua pihak mengecam tindakan itu dan pelbagai usul dibentangkan untuk mengheret 'samseng' itu ke muka pengadilan. Dalam kesibukan berdemontrasi, jangan kita lupa akan isu-isu 'panas' yang sedang berlaku dalam negara kita seperti isu lesen judi dan sebagainya.
Pada kali ini, saya akan memaparkan satu artikel berkaitan Qunut. Semoga Allah memberi kefahaman kita berkaitan persoalan agama kita dan memberi ganjaran kepada penulis asal artikel ini...Amin .
Soalan : Adakah Qunut Solat Subuh dilakukan oleh Rasulullah ? Dan taraf hadith yang menyatakan demikian semuanya adalah dhoief sebagaimana yang dituduh oleh golongan tertentu ?
Jawapan :
Hukum membaca Doa Qunut di dalam Mazhab Syafie adalah Sunat Ab'adh. Manakala terdapat banyak hadith sohih yang menunjukkan bahawa RasuluLlah membaca Doa Qunut pada waktu Solat Subuh antaranya : Al Imam Bukhari (956) dan Muslim (677) meriwayatkan daripada Anas radiyaLlahu 'anhu :
"Dia telah ditanya adakah Nabi membaca qunut pada Solat Subuh ? Jawabnya : Ya, kemudian ditanya lagi. Adakah qunut itu sebelum rukuk ? Jawabnya : Selepas sedikit daripada rukuk.
Rujukan : Dr Mustofa Al Khin, Dr Mustofa al Bugho, Ali Asy Syarbaji, Al Feqh Al Manhaji
Sekiranya terdapat golongan yang mengatakan bahawa doa qunut hanya dibaca ketika berlaku musibah/bencana. Maka jawabnya : ketahuilah bahawa umat Islam ketika ini, bahkan dari dahulu lagi sudah ditimpa musibah/bencana. Umat Islam di Indonesia, Thailand, Palestin, Somalia, Bosnia di seluruh dunia yang dizalimi. Penyakit, bencana alam dan banyak lagi semuanya itu dinamakan sebagai musibah. Perpecahan umat Islam itu sendiri adalah musibah.
Disebutkan oleh Imam An Nawawi (Mujtahid Fatwa dalam Mazhab Syafie) dalam kitab Al-Majmu' syarah Muhazzab jilid 3 hlm.504, maksudnya:
"Dlm mazhab Syafie disunatkan qunut pada solat subuh sama ada ketika turun bencana atau tidak. Dgn hukum inilah berpegang majoriti ulamak salaf dan orang2 yg sesudah mereka atau kebanyakan dari mereka. Dan diantara yg berpendapat demikian adalah Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Ibnu Abbas, Barra' bin Azib, semoga Allah meredhai mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi dgn sanad2 yg sahih. Ramai orang yg termasuk tabi'in dan yg sesudah mereka berpendapat demikian. Inilah juga mazhab Ibnu Abi Laila, Hasan, Ibnu Salah, Malik dan Daud."
Tersebut dlm kitab Al-Um jilid 1 hlm.205 bahawa Imam Syafie berkata maksudnya:
"Tak ada qunut dlm sembahyang lima waktu kecuali sembahyang subuh. Kecuali jika terjadi bencana maka boleh qunut pada semua sembahyang jika imam menyukai"
Tersebut dlm kitab Al-Mahalli jilid 1 hlm.157, berkata Imam Jalaluddin Al-Mahalli, maksudnya: "Disunatkan qunut pada iktidal rakaat kedua drpd solat subuh dgn doa, Allahumahdini hingga akhirnya"
Di bawah ini disediakan artikel mengenai para Huffaz (ahli hadith yang mencapai taraf HAFIZ) yang mensahihkan hadith bahawa Rasulullah sallaLlahu 'alaihi wasallam membaca Doa Qunut terus menerus dalam Solat Subuh sehingga baginda wafat.
Oleh : Thoriq
Oleh : Thoriq
“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasalam melakukan qunut selama satu bulan, melakukan doa untuk para sahabat beliau di Bi’r Ma’unah, lalu beliau meninggalkannya, akan tetapi qunut waktu shubuh, maka beliau masih melakukan hingga wafat”
Hadits ini berada dalam Syarh Al Kabir (1/151).Hadits diriwayatkan Ad Daruquthni (2/39). Ahmad dalam Musnad (3/162), Hafidz Abu Bakar Khatib, dalam At Tahqiq Ibnu Al Jauzi (1/463), Al Baihaqi dalam Sunan Kubra (2/201).
Mereka yang menshahihkan
Hafidz Ibnu Shalah:
”Hadits ini telah dihukumi shahih oleh lebih dari seorang huffadz hadits, diantaranya: Abu Abdullah bin Ali Al Balkhi, dari para imam hadits, Abu Abdullah Al Hakim, dan Abu Bakar Al Baihaqi.
(Lihat, Badr Al Munir, 3/624).
Al Hafidz Imam Nawawi mengatakan:
”Hadits ini diriwayatkan oleh jama’ah huffadz dan mereka menshahihkannya”. Lalu menyebutkan para ulama yang disebutkan Ibnu Shalah, dan mengatakan,”
Dan diriwayatkan Daruquthni melalaui beberapa jalan dengan sanad shahih
(Al Khulashah, 1/450-451).
Al Qurthubi dalam Mafham :
(Al Khulashah, 1/450-451).
Al Qurthubi dalam Mafham :
”Yang kuat diperintahkan oleh Rasulullah shalallhualaihi wasalam dalam qunut, diriwayatkan Daruquthni dengan isnad shahih, lalu beliau menyebut hadits itu”
(Badr Al Munir, 3/624).
Hafidz Al Hazimi dalam Nashih wa Mansukh:
”Hadits ini shahih, dan Abu Jakfar tsiqah”
(Al I’tibar, 255).
Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani : Setelah menyebutkan penilaian para ulama terhadap Abu Jakfar, beliau mengatakan, “haditsnya memiliki syahid (penguat)” lalu menyebutkan hadits qunut shubuh yang diriwayatkan dari Al Hasan bin Sufyan. Ini menunjukkan bahwa beliau menilai hadits ini hasan(Talhis Khabir, 1/443). Penulis Ithaf fi Takhrij Ahadits Al ishraf menyatakan :”Ibnu Hajar menghasankan dalam Talhisnya”.
Di halaman yang sama Ibnu Hajar mengatakan:”
Hadist riwayat Al Baihaqi…dan dishahihkan Hakim dalam Kitab Al Qunut”
.
Hafidz Al Iraqi:”
Hafidz Al Iraqi:”
Telah menshahihkan hadits ini Al Hafidz Abu Abdullah Muhammad bin Ali Al Bajili, Abu Abdullah Al Hakim dan Ad Daruquthni”
(Tharh Tatsrib,3/289).
Perawi yang Disoroti dalam Hadts ini adalah Abu Jakfar Ar Razi
Mengenai Abu Jakfar Ar Razi. Pendapat Imam Ahmad tentang Abu Jakfar, ada dua riwayat. Pertama. Diriwayatkan Hanbal dari Ahmad bin Hanmbal:”Shalih hadits” (haditsnya layak). Kedua, dari Abdullah, anaknya:”Laisa bi qawi (tidak kuat). Al Hazimi dalam Nashih wa Manshuh mengatakan: “Riwayat pertama lebih utama (Al I’tibar, 256).
Adapun penilaian Yahya bin Ma’in, ada beberapa riwayat:1, dari Isa bin Manshur, “Tsiqah”. 2, dari Ibnu Abi Maryam , “hadistnya ditulis, tapi ia sering salah”. 3, diriwayatkan Ibnu Abi Khaitsamah,”shalih”. 4, diriwayatkan oleh Mughirah,”tsiqah” dan ia salah ketika meriwayatkan dari Mughirah. Daruquthni mengatakan:”Dan hadits ini tidak diriwayatkan dari Mughirah”. 5, diriwayatkan As Saji “Shoduq wa laisa bimuttaqin, ( hafalanya tidak terlalu tepat)” Nampaknya karena periwayatan dari Yahya bin Ma’in lebih banyak ta’dilnya, maka-allahu’alam-para ulama yang menshahihkan merajihkan riwayat ta’dil.
Ali bin Al Madini: Ada dua riwayat darinya tentang Abu Jakfar. Salah satu riwayat mengatakan,”Ia seperti Musa bin Ubaidah, haditsnya bercampur, ketika meriwayatkan dari Mughirah dan yang semisalnya. Dalam riwayat yang berasal dari anak Ibnu Al Madini, Muhammad bin Utsman bin Ibnu Syaibah,”Bagi kami ia tsiqah”. Ibnu Al Mulaqqin mengatakan,”lebih utama riwayat dari anaknya (anak Ibnu Al Madini).
Muhammad Bin Abdullah Al Mushili mengatakan:”Tsiqah”. Bin Ali Al Falash mengatakan:”Shoduq, dan dia termasuk orang-orang yang jujur, tapi hafalannya kurang baik”. Abu Zur’ah mengatakan:”Syeikh yahummu katisran (banyak wahm). Abu Hatim mengatakan:”Tsiqah, shoduq, sholih hadits”. Abnu Harash:”Hafalannya tidak bagus, shoduq (jujur)”. Ibnu ‘Adi:”Dia mimiliki hadits-hadits layak, dan orang-orang meriwayatkan darinya. Kebanyakan haditsanya mustaqim (lurus), dan aku mengharap ia la ba’sa bih (tidak masalah). Muhammad bin Sa’ad:”Dia tsiqah”, ketika di Baghdad para ulama mendengar darinya”. Hakim dalam Al Mustadrak:”Bukhari dan Muslim menghindarinya, dan posisinya di hadapan seluruh imam, adalah sebaik-baik keadaan”, di tempat lain ia mengatakan:”tsiqah”. Ibnu Abdi Al Barr dalam Al Istighna:”Ia (Abu Jakfar) bagi mereka (para ulama) tsiqah, alim dalam masalah tafsir Al Qur’an.. Ibnu Sahin menyebutnya dalam “Tsiqat”. Al Hazimi dalam Nasikh dan Mansukh:”Ini hadist Shahih, dan Abu Jakfar tsiqah”. Taqiyuddin Ibnu Daqiq Al Ied dalam Al Ilmam, setelah menyebutkan hadits, ia mengatakan:”Dalam isnadnya Abu Jakfar Ar Razi. Dan ia ditsiqahkan, lebih dari satu ulama. Nasai mengatakan:”Laisa bil Qawi” (ia tidak kuat hafalannya).
Kritikan untuk Ibnu Al Jauzi
Al Hafidz Ibnu Mulaqqin mengatakan:
“Adapun Ibnu Al Jauzi hanya menukil riwayat yang menjarh saja, dari Ahmad, Ibnu Al Madini Dan Yahya bin Ma’in untuk menolong madzhabya. Orang munshif tidak akan berbuat sperti ini”.
Nota Kaki Cinta Agung:
*Rujukan
Badr Al Munir :Ibnu Mulaqqin (guru Ibnu Hajar), Talhis Khabir (ringkasan Badr Al Munir): Ibnu Hajar. Tharh Tasrib: Hafidz Al Iraqi, Ithaf fi Tahrij Ahadist Al Ishraf (Takhrij hadist kitab fiqih Maliki “Al Ishraf”, dalam bimbingan Syeikh Al Muhadist Nur Syaif)
No comments:
Post a Comment